Senin, 23 Januari 2012

Tradisi Seni Tutur, dan Kemundurannya



Tradisi tutur yang merupakan tradisi tertua yang ada di muka bumi sekaligus tradisi yang menjaga keberadaan sebuah budaya dengan mencirikan bahasanya. Begitu juga dengan tradisi tutur di Minangkabau yang menjadikan masyarakat ini tetap memegang teguh tradisi dengan tradisi tutur dan juga tambo sebagai acuan.
Namun keberadaan tradisi ini mulai terkikis dengan berkembangnya teknologi yang menjadikan masyarakat lebih tertarik mendengarkan radio dan televisi sebagai bagian dari budaya atau tradisi tutur itu sendiri yang di dalamnya banyak pengaruh budaya luar yang menjadikan cara pandang masyarakat tradisi terbatas dalam bersikap dan meyakini sesuatu yang berdasarkan tradisi dan norma yang terkandung dalam kehidupan masyarakat tersebut. Seperti halnya cara berbicara yang notabene ke-inggri-ingris-an, atau bagi mereka yang tinggal di daerah yang belum berkembang mencoba menyadur pola hidup dan cara bersosial yang kekotaan yang sudah barang tentu tidak cocok dengan pola hidup masyarakat pedesaan atau perkampungan. Hal ini tentu mengakibatkan berkurangnya minat masyarakat untuk lebih mendalami nilai, norma dan tradisi yang seharusnya dijaga dan dilestarikan, baik itu secara individu bagi yang ingin mendalaminya sebagai suatu karya cipta seni maupun bagi golongan yang sepantasnya mewarisi budaya dan tradisi tersebut dan berpandangan bahwa tradisi ini sangat berkaitan dengan kebudayaan yang kita punya serta kebanggaan yang kita miliki sebagai bangsa yang berbeda-beda tetapi tetap dalam satu negara kesatuan, Indonesia.

Dari seluruh suku dan budaya di Indonesia terdapat kurang lebih 400 macam bahasa dan budaya berikut dengan latar belakang  masing-masing serta kesenian yang ada , huruf, sastra dan dialeknya. Diantara semua yang ada mungkin hanya beberapa yang kita kenal sebagai bahasa dan budya nusantara. Misalnya  budaya Intootn yang ada di provinsi Kalimantan Timur Kabupaten Kutai Barat tepatnya di kampung Bigung Baru Kecamatan Linggang Bigung, yakni tradisi tutur cerita rakyat daerah setempat, tentu merupakan suatu wacana baru dalam pengetahuan kita. Ini karena terbatasnya pengetahuan yang diberikan atau media yang mampu untuk menunjang kita agar tahu ragam bahasa dan budaya yang ada di nusantara. Begitu juga tradisi yang ada di Minangkabau yang sangat kental dengan kebudayaan serta hukum tradisi yang menjadi pegangan dalam hidup masyarakat Minangkabau. Umumnya tradisi ini berupa lisan dan hanya sebagian kecil yang sudah didokumentasikan dalam bentuk buku atau rekaman audio dan visual atau keduanya. Pencatatn tradisi lisan ini dimulai pada abad ke-19 oleh bangsa Belanda yang mempunyai dalam bidang sastra lisan dan seni tutur. Sebagian dari pembukuan tersebut diterbitkan, namun dalam bahasa Belanda yang tentu hanya mudah dipahami oleh bangsa Belanda atau mereka yang mendalami bahasa Belanda, sebagian lainya masih tersimpan berupa naskah-naskah yang tersimpan di perpustakaan di Universitas Leiden Belanda. Djamil Bakar berhasil membukukan salah satu bentuk tradisi lisan berupa kaba yang dibukukan dalam buku berjudul “ Kaba Minangkabau I dan II” tahun 1979, dan Sastra lisan Minangkabau pada tahun 1981  yang berisikan Petatah-Petitih, Pantun dan Mantra yang penelitian ini disponsori oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, serta beberapa buku lainnya yang hanya di miliki oleh kalangan terbatas dan tidak disebar luaskan pada masyarakat umum, khususnya masyarakat Minangkabau.
Tradisi lisan bagi masyarakat Minangkabau merupakan bentuk ekspresi budaya, yang di dalamnya terkandung hukum yang menjadi acuan utama bagi masyarakat Minangkabau dalam tata cara berperilaku dan bermasyarakat. Seperti halnya Bakaba yang merupakan tradisi tutur yang berbentuk penuturan cerita dongeng yang ada di Minangkabau atau cerita yang dikarang oleh si Tukang Kaba atau seniman yang menuturkannya. Di dalamnya terkandung nilai moral yang dapat diambil sebagai contoh atau panutan dalam bermasyarakat. Dari segi kesenian,  seorang seniman kaba tentu memiliki skil atau keterampilan yang matang dalam bertutur kata, mempunyai segudang imajinasi dalam penyampaian cerita yang dibawakan. Begitu juga pengetahuan tukang kaba dalam mengetahui beberapa reportoar lagu yang dimainkan, bahkan tidak jarang sang seniman memasukkan lagu-lagu pop pada saat itu dalam garapan tersendiri yang barang tentu tidak mudah kalau seandainya musikalitas sang seniman dibilang sedikit atau “alakadarnya”. Dari segi ilmu pengetahuan tentu saja seorang tukang kaba mempunyai ilmu yang cukup dalam hal yang disampaikannya, seperti pengetahuannya tentang hukum adat, norma, nasehat dan lain-lain.. Tak jarang seorang tukang kaba berbicara masalah perekonomian suatu daerah.
Kesenian lain yang juga patut untuk lebih dilestarikan dan diwariskan kepada generasi masa kini yaitu tradisi berbalas Pantun yang dahulunya selalu dimainkan pada akhir musim panen oleh semua lapisan masyarakat, tua, muda maupun anak-anak isi dari tradisi berbalas pantun antara lain masalah nilai dan norma masyarakat, agama, budaya dan lai-lain. Tentang hukum-hukum adat , norma dan agama di Minangkabau diuraikan lebih jelas pada Petatah-petitih dan pidato adat yang disampaikan oleh pemuka adat yang disebut Pangulu. Keduanya disampaikan dalam bentuk lisan atau tradisi tutur. Hal ini tentu harus terus dibudayakan dan dilestarikan keberadaanya, sementara generasi yang mendalaminya mulai berkurang dan meninggalkan tradisi yang sudah ada turun temurun sejak awal terbentuknya daerah Minangkabau, bahkan dalam acara-acara yang diadakan oleh daerah-daerah atau pesta rakyat mereka lebih memilih mengadakan Orgen Tunggal. Ini jelas bukan tradisi yang biasa dan lazim dalam masyarakat yang mempunyai budaya yang kuat seperti Minangkabau. Dalam kesenian Minangkabau juga ada bentuk lain dari tradisi tutur yaitu : Sijobang  yang saat ini dimainkan dengan menggunakan instrument kucapi (alat petik yang mempunyai tiga buah senar), kesenian Saluang Dendang, berupa dendang atau nyainyaian lagu-lagu tradisi yang diiringi oleh alat tiup dari bambu tipis yang disebut saluang, kadang kala diiringi dengan gendang, Pantun, Teka-teki yang mana semuanya berisikan tata cara bermasyarakat, norma, adat istiadat agama dan lain sebagainya yang semuanya merupakan khasanah yang dimiliki yang dimiliki dan harus dijaga kelestariannya bagi masyarakat Minangkabau.
Selain kurangnya minat generasi sekarang untuk mendalami kesenian tradisi yang sudah disebutkan, factor lain yang menyebabkan terkikisnya seni tradisi tutur adalah kurangnya dukomentasi atas kesenian tersebut. Adapun kesenian yang di dokumentasikan dalam bentuk transkrip, rekaman dan mungkin dalam bentuk video itu hanya sebagian kecil yang tentu tidak seimbang dengan kekayaan tradisi yang ada dan pernah ada, baik struktur keseluruhannya maupun bagian yang terkandung didalamnya, baik berupa wujud, isi maupun cara pengajiannya. Seperti dalam kasus Basijobang yang pada awal kemunculannya hanya menggunakan kotak korek api sebagai instrument pengiringnya, pada saat ini bisa dikatakan sulit untuk menemukan  seniman penuturnya. Ini merupakan bentuknya hilangnya satu kesenian tradisi dan satu generasi budaya yang kita punya.

Dari uraian singkat di atas tentang tradisi tutur dan pengikisannya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya re-generasi dalam berkesenian sangatlah perlu, apa lagi kalau kesenian itu mulai langka dan sulit untuk ditemukan. Kemudian pendokumentasian suatu kesenian tradisi dapat menunjang tejaganya kelestrian dari sebuah kesenian tradisi. Dalam hal ini peran serta masyarakat dan deperteman atau instansi yang terkait dalam seni dan budaya sangatlah dibutuhkan untuk kelangsungan kesenian tradisional di Indonesia pada umumnya, di Minangkabau khususnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar